Surabaya,CJ – Isu perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan menjadi salah satu program prioritas Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DPRD Kota Surabaya dalam lima tahun ke depan.
Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Pansus RPJMD, Ajeng Wira Wati, menurutnya program perlindungan anak saat ini masih belum menyentuh kebutuhan secara menyeluruh, terutama terkait ketersediaan shelter atau rumah aman bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
“Hingga saat ini belum ada shelter khusus bagi anak perempuan yang berhadapan dengan hukum. Kami dorong agar fasilitas ini bisa mulai dibangun dan operasional di tahun 2026, dan sudah kami masukkan dalam RPJMD,” jelas Ajeng, Senin (7/7/2025).
Ajeng mengungkapkan bahwa prioritas utama ke depan adalah memperkuat ketahanan keluarga di tingkat RW. Menurutnya, kehadiran Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) harus diperluas dan difungsikan secara maksimal untuk menangani berbagai persoalan keluarga yang berdampak langsung pada anak.
“Ketahanan keluarga adalah kunci. Kami ingin memastikan PUSPAGA hadir di tiap RW, lengkap dengan ruang konsultasi, call center, serta layanan yang bisa merespons kasus-kasus kekerasan pada anak dan remaja secara cepat. Ini juga akan kami dorong agar disosialisasikan di seluruh sekolah,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam menjangkau anak-anak rentan di jalanan. Salah satu program yang disebutkannya adalah kerja sama dengan Unit Pelaksana Program (UPP) untuk mengidentifikasi dan memediasi anak-anak yang berkeliaran tanpa arah jelas.
“Anak-anak seperti ini perlu dikembalikan ke orang tuanya, diajak berdialog, dan dibantu agar kembali ke lingkungan keluarga yang sehat. Ini bagian dari upaya mengurangi kenakalan remaja dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ajeng juga menyinggung tantangan baru yang dihadapi anak-anak, yakni penggunaan perangkat digital yang berlebihan. Ia menyebut istilah “jet-jet” sebagai representasi gadget atau smartphone yang kini jadi bagian dari keseharian anak-anak.
“Sekarang tidak hanya tantangan tawuran, miras, atau narkoba. Jet-jet juga menjadi tantangan serius karena banyak anak yang kecanduan. Kami di Pansus RPJMD akan mendorong adanya sosialisasi pembatasan penggunaan gadget maksimal dua jam per hari. Kalau bisa, dibatasi hingga hanya beberapa kali dalam seminggu,” tegasnya.
Meskipun demikian, Ajeng menilai bahwa teknologi tidak sepenuhnya buruk. Ia menilai penting untuk membekali anak-anak dengan pengetahuan tentang kecerdasan buatan (AI) dan literasi digital yang positif.
“Teknologi bisa jadi berkah jika digunakan dengan bijak. Oleh karena itu, kami mendorong Dinas Pendidikan untuk menyelenggarakan forum-forum yang membekali anak-anak dengan kemampuan adaptasi terhadap teknologi, termasuk AI,” ungkapnya.
Menanggapi tren ekstrakurikuler e-sport di sekolah, Ajeng menilai hal tersebut masih dalam batas wajar asalkan tidak mengganggu kewajiban akademik. Menurutnya, kegiatan semacam itu bisa menjadi wadah ekspresi dan pengembangan minat, asal diarahkan secara positif.
“E-sport bisa difasilitasi, tapi tidak boleh menggantikan hal yang wajib. Akademis tetap harus dituntaskan. Anak juga perlu dikenalkan pada seni, budaya, dan olahraga, bukan hanya game. Kalau difasilitasi dengan baik, e-sport bisa menjadi ruang ekspresi yang sehat,” pungkasnya.
Ajeng mengingatkan bahwa segala bentuk program yang masuk dalam RPJMD harus mampu menjawab tantangan zaman sekaligus memperkuat fondasi moral dan sosial anak-anak sebagai generasi penerus.
“Yang terpenting adalah bagaimana kita menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai lokal, serta memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara fisik dan mental,” terangnya.ADV/DN