SURABAYA, CJ – Sekelompok pelajar muda-mudi yang tergabung dalam Pelajar Solidaritas Indonesia (PSI), mendeklarasikan diri meneguhkan komitmen dengan menawarkan sosok yang pas dalam Pilkada Surabaya 2024.
Mereka melihat, untuk kepemimpinan Kota Surabaya saat ini, dirasakan kurang memahami kaum milenial dan Gen Z. Sementara pada Pemilu 2024 mampu menyumbang 52 persen dalam DPT (daftar pemilu tetap).
Bertempat di The Light Box Cafe, Sabtu malam, 25 Mei 2024, sekelompok muda-mudi ini memiliki pilihan tersendiri untuk calon Wali Kota Surabaya mendatang. Oleh karena itu, pelajar dari berbagai SMA/K Negeri dan Swasta se-Surabaya tersebut menawarkan sosok yang pas.
“Kami punya pilihan tersendiri untuk calon Wali Kota Surabaya mendatang,” ujar Dion Marcellino, Ketua Pelajar Solidaritas Indonesia (PSI) Surabaya, mempertegas, Minggu, 26 Mei 2024.
Rupanya, keterlibatan kaum milenial dan Gen Z dalam Pemiku 2024, menggugah reaksi para pemuda untuk ikut menentukan pilihan pemimpin masa depan. Terutama untuk Kota Surabaya.
“Kami mendukung Bro Richard Handiwiyanto. Beliau seorang advokat muda yang profesional, intelektual, dan memahami situasi kekinian Gen Z dan milenial,” urai Dion.
Dion menegaskan, Pemilu 2024 kemarin, para milenial dan Gen Z mampu menyumbang suara lumayan besar. Hal itulah yang mendorong PSI menawarkan calon pemimpin pilihan milenial dan Gen Z.
Masih kata Dion, oleh karena itu, pelajar dari berbagai SMA/K Negeri dan Swasta se-Surabaya menawarkan sosok yang pas.
“Kami mengusulkan agar Surabaya ke depan memiliki Surabaya Techno and Culture Centre sebagai wadah meningkatkan kesiapan anak muda di dunia digital, artificial intelligence, blockchain, web3, serta kebudayaan agar kita tidak kehilangan jati diri sebagai anak bangsa,” sambung Dion.
Hasil dari KOPDARSUS (Kopi Darat Khusus) yang digelar di The Light Box Cafe ini akan disosialisasikan kepada lingkungan Gen Z dan milenial, partai politik, serta Bro Richard sebagai pihak yang didukung.
“Kami berharap partai-partai mendengar suara dan aspirasi kami. Kami tidak mau hanya dijadikan objek politik kekuasaan semata,” beber Dion.
Dion juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap kepemimpinan saat ini yang dianggap tidak memahami tantangan zaman.
“Pemimpin itu harus paham tantangan zaman. Era digital adalah era yang akan dihadapi oleh milenial dan Gen Z, namun kami tidak melihat political will dari wali kota saat ini untuk menjawab tantangan tersebut,” urainya.
Dion menambahkan bahwa Surabaya sebagai kota metropolis kalah dengan Solo yang memiliki Solo Techno Park.
“Di Solo, Mas Gibran memberi ruang untuk mengembangkan potensi anak muda di bidang cyber security, coding, gamers, marketplace, dan lain-lain. Hari ini di belahan dunia, orang sudah bertransaksi menggunakan crypto, sedangkan kita masih mengurus UMKM yang belum tuntas,” pungkas Dion. Cak